Kamis, 24 Mei 2018

Kembali, Terjebak Pada Ironi Sebuah Larangan

Menapak tilas “Perjalanan Senja”, waktu jadi berlalu begitu cepat. Hari ini rasanya tak sama lagi, semua sudah terasa berbeda. Tidak hanya waktu, tapi kini gemintang nampak tak berjalar indah, memberantaki cakrawala malam ini.

Angin bertiup jauh. Hembusannya memecah di ujung kulit. Berjarak. Jarak yang tak berani kutempuh. Hanya senja, semilirmu tetap merdu, selalu. Sama seperti waktu lalu, saat aku mengunjungimu di sini, tepat di tempat ini. Tapi hembusan angin malam ini begitu membekukan ujung logika. Ah... mungkin ini yang namanya bahagia. Yang selama ini tak kukenali, atau aku yang telah sengaja tak ingin mengenali, pura-pura tak mengenali? Oh, mungkin aku hanya lupa kalau selama ini mengenalinya.

Hai...
Kusapa kamu kembali, tepat di bulan ke empat dan malam ke dua puluh delapan. Di saat bulan tak sesempurna malam saat aku menyapamu terdahulu.
Kali ini aku sudah tak mencari jati diri saat bertemu denganmu. Namun itu tak berarti aku sudah selesai dengan pemikiran liarku. Berharap hembusan angin juga mendatangkan jawab atas pertanyaan-pertanyaan yang bahkan sampai saat ini belum tersentuh titik masalahnya.

Semenjak memutuskan untuk pamit terasa lebih berat untuk dilaksanakan padahal konsekuensi pertemuan adalah perpisahan. Sedang aku dipaksa untuk perpisahan dini. Iya, karena “Ironi sebuah Larangan”, seperti yang terdahulu.
Kehidupan ini laksana gemuruh pantai, yang indah namun menakutkan, yang menakutkan namun memberi kehidupan. Senja, di sini, aku berdiri dengan kakiku sendiri, tak henti mencari makna yang tak pernah tersirat dan tak pernah tersuratkan. Sebuah makna larangan antara perbedaan suku, adat, ras, dan agama.

Kehidupan ini, senja. Mungkin kau lebih tahu. Seperti buih yang besar, melawan resapan karang menuju bibir pantai. Melewati segala perasaan...
Sakit, kecewa, ketakutan, harapan, keindahan dan berujung keceriaan yang entah tak terdefinisikan.
Kau tahu, perjalanan ini bahkan tak ada dalam rencanaku. Tapi kehidupan membawaku di tempat yang sama. Kembali, mengalah pada kenyataan, tergerus ironi sebuah larangan.
Sedang angin semakin menggoyah daun-daun, lalu aku harus berujar apa?
Jika takdir telah menentukan.

Dan lagi, catatan ini berakhir dengan diksi “terima kasih”

Terima kasih Tuhan sebab telah menghadirkan pemaknaan perbedaan serta larangan di garis hidupku hingga berulang. 

Gimana gaesss cerpennya, layak untuk dinikmati? Jangan lupa sertakan kritik dan saran kalian yak. Dan pastikan kalian update terus postingan-postinganku berikutnya :-)

Mitos Pendiskriminasi

Sobat, pernah denger mitos dari orang zaman dulu? 
Atau, mungkin sobat pernah mendengarnya dari papa dan mama sobat sendiri? 
Mitos bahwa orang bersuku Jawa diharamkan alias dilarang menikah dengan orang bersuku Sunda. Pasti sobat yang belum mengetahuinya bertanya-tanya. Kenapa? Masa iya sobat yang bersuku Jawa harus memutuskan pasangan yang amat kita cintai hanya karena karena doi terlahir dari keturunan Sunda, dan begitu sebaliknya.

Sekadar sharing ya... Saya sendiri pernah mengalaminya. Didiskriminasi gara-gara adanya mitos tersebut (hahaha Sedih yaaa). Menurut mitos, apabila wanita Sunda menikah dengan pria Jawa, maka pernikahannya tidak akan bertahan lama dan bisa berujung perceraian. Mungkin berlaku juga sebaliknya. Parahnya, para aktivis mitos tersebut juga mempercayai kalau laki-laki Jawa sampai menikah dengan perempuan Sunda, si laki-laki Jawa akan lebih tunduk pada si perempuan Sunda.  
Oke cukup curcolnya, kembali kepada mitos tadi. Semenjak saat itu saya dibuat penasaran seperti apa sih sebenarnya mitos tersebut?

Mitos larangan pernikahan orang jawa dan sunda masih dipegang segelintir orang. Meski tak ada literatur penyebab pasti asal-usul diharamkannya perkawinan itu, namun dipercaya hal tersebut berasal dari peristiwa “Perang Bubat”. Gara-gara pertikaian ini banyak orang jawa dan sunda tidak bisa menikah. Dimana-mana perang memang ngeselin ya. Lalu, apa sih Perang Bubat itu?
Intinya, pada perang itu, Kerajaan Padjajaran merasa dihina dan ditipu oleh Kerajaan Majapahit, dan banyak orang dari Kerajaan Padjajaran yang mati terbunuh dalam perang itu termasuk pemimpin mereka. Selain itu, ada pula orang yang mengatakan bahwa orang Sunda lebih terhormat karena leluhur mereka telah berkuasa lebih lama daripada orang Jawa. Karena itulah banyak keluarga di Jawa yang melarang anaknya jatuh cinta dan menikah dengan orang Sunda, begitupun sebaliknya.

Ada dua tinjauan dalam melihat kasus ini,

Pertama, tentang mitos jika orang jawa menikah dengan orang sunda, kehidupan keluarganya akan sengsara.
Apapun mitos tetap mitos, ketika semua itu dikaitkan dengan takdir, atau diyakini menjadi sebab sial, maka pelakunya terjerumus dalam kesyirikan. Meyakini sesuatu sebagai sebab sial bagi kehidupan manusia, padahal tidak ada hubungannya, disebut tiyaroh. Dan itu kesyirikan.

Kedua, mempertahankan fanatisme kesukuan. 
Allah menegaskan bahwa tujuan Dia menciptakan manusia dengan sekian perbedaan suku dan golongan, bukan untuk menciptakan kesenjangan dan perbedaan. Namun agar mereka saling mengenal.

Sooo, buat sobat yang baca tulisan ini. Yang pernah mengalami hal serupa atau yang sedang menjalani  hubungan serupa, dan mitos tersebut mendiskriminasi kalian, sabar ya gays... Coba deh jelaskan perlahan sama keluarga, bukan tidak mungkin merekapun akan mengerti.

Mitos tetaplah mitos, sejatinya jodoh, rezeki, dan maut adalah mutlak takdir Allah swt. Jikapun mitos tersebut terjadi di keluarga, tetangga atau di sekitar kita, menurut saya itu hanyalah takdir hidup manusia yang dikaitkan pada kepercayaan mitos tersebut. Dan bahkan mempercayainya pun adalah sebuah kesyirikan.

Sekian artikel tentang Mitos Pendiskriminasi kali ini. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai mitos-mitos yang masih dipercaya oleh segelintir orang di zaman milenial ini. Nantikan terus artikel-artikel aku berikutnya yaaa...

URGENSI, PRINSIP DASAR DAN RUANG LINGKUP FIQIH MUAMALAH

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqi...