Rabu, 18 Maret 2020

URGENSI, PRINSIP DASAR DAN RUANG LINGKUP FIQIH MUAMALAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran yang sangat penting adalah bidang muamalah (ekonomi Islam). Kitab-kitab Islam tentang muamalah sangat banyak dan berlimpah, jumlahnya lebih dari seribuan judul buku. Para ulama tidak pernah mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-kitab fiqih mereka dan halaqah (pengajian-pengajian) keislaman mereka.
Namun dalam waaktu yang panjang, materi muamalah cenderung diabaikan kaum muslimin, padahal ajaran muamalah bagian penting dari ajaran Islam, akibatnya terjadilah kajian Islam parsial (sepotong-sepotong). Padahal orang-orang beriman diperintahkan untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh).
Disisi lain bahwa tuntutan global untuk kasus Ekonomi berbasis syariah sekarang adalah sedang booming, rame-rame seluruh bentuk company yang bergerak dibidang bisnis financial terkemuka di dunia mengadopsi sistem syariah untuk menjadi sistem unit usaha mereka. Tidak begitu pula halnya, ketimpangan yang timbul adalah adanya Gap antara user SDM pengguna sistem syariah yang terus berkembang mengalami kekurangan stok SDM yang dianggap mampu dalam bidang syariah ini. Hal ini terjadi karena para ahli fiqih yang mendalam dalam hukum-hukum muamalah tidak ahli di bidang ekonomi dan begitu pula sebaliknya.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    URGENSI FIQIH MU’AMALAH
Fiqih menurut bahasa berarti pemahaman. Adapun pengertian menurut istilah, fiqih ialah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.
Sedangkan pengertian mu’amalah adalah segala bentuk kegiatan transaksi serta perilaku manusia dalam kehidupannya. Mu’amalah adalah sesuatu hal yang penting maka dengan mempelajari fiqih mu’amalah diharapkan setiap muslim dalam beraktifitas khususnya dalam bidang perekonomian mampu menerapkan aturan-aturan Allah dalam rangka memperoleh, mengembangkan dan memanfaatkan harta, sehingga kebahagiaan dunia dan akhirat akan tercapai sebagaimana tujuan muslim pada umumnya yang senantiasa memohon doa tersebut kepada Allah.
Dengan demikian fiqih mu’amalah dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang kegiatan transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat (yang bersumber dari al-Quran dan hadits), mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil syariat secara terperinci.
Dalam pengertian yangg lebih rinci, fiqih mu’amalah adalah hukum Islam yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya, yang bertujuan untuk menjaga hak-hak manusia, merealisasikan keadilan, dan persamaan antara individu dalam masyarakat (kemaslahatan) serta menjauhkan segala kemudaratan yang akan menimpa mereka.
B.     DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP FIQIH MU’AMALAH
1.      Prinsip Dasar
a.       Hukum asal dalam mu’amalah adalah mubah (diperbolehkan)
b.      Konsep fiqih mu’amalah untuk mewujudkan kemaslahatan
c.       Menetapkan harga yang kompetitif
d.      Meninggalkan Intervensi yang dilarang
e.       Menghindari eksploitasi
f.       Memberikan kelenturan dan toleransi
g.      Jujur dan amanah
2.      Prinsip Umum
a.       Ta’awun (tolong menolong)
b.      Niat/ itikad baik
c.       Al-muawanah/ kemitraan
d.      Adanya kepastian hukum
Setelah mengenal prinsip-prinsip dalam fiqih mu’amalah, ada prinsip dasar yang harus dipahami dalam interaksi ekonomi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi ekonomi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maissir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.
a.      Maisir, sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang bisa untung atau bisa rugi.
b.      Gharar, setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya, membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi bersifat gharar.
c.      Haram, Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksinya menjadi tiddak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.
d.     Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan.
e.      Bathil, dalam melakukan transaksi prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat.

C.    RUANG LINGKUP DAN CABANG-CABANG FIQIH MU’AMALAH
Ruang lingkup fiqih mu’amalah meliputu seluruh kegiatan mu’amalah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam baik berupa perintah maupun larangan-larangan hukum yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Secara global ruang lingkup pembahasan fiqih muamalah, adalah sebagai berikut:
1.      Hukum benda: konsep harta, konsep hak, dan konsep tentang hak milik.
2.      Konsep umum akad: pengertian akad, unsur-unsur akad, macam-macam akad.
3.      Aneka macam akad transaksi muamalah: jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan lain-lain.
Sedangkan cabang-cabang fiqih mu’amalah antara lain:
1.      Hukum yang mengatur hubungan antara satu pribadi dengan yang lainnya, baik yang menyangkut aturan sipil, perdagangan, keluarga, gugatan, hukum dan lain sebagainya. Contoh: pembahasan tentang harta, baik dari aspek cara mendapatkan dan mendistribusikannya, maupun dari aspek hakekat dan konsep kepemilikan dalam Islam. Pembahasan tentang akad atau transaksi, hukum keluarga.
2.      Hukum yang mengatur hubungan pribadi dengan negara (Islam), serta hubungan bilateral antara negara Islam dengan negara lain.

D.    FATWA KONTEMPORER
1.      Hukum Penitipan Uang di Bank
Mengenai hukum penitipan uang di bank dan bunga yang diambil,  apakah ia termasuk riba sehingga hukumnya haram dan memakannya mendapatkan dosa? Ataukah, pada zaman ini bunga bank dapat diterima, dengan alasan uang di bank lebih aman dan lebih terjamin dibanding jika disimpan di rumah atau dititipkan di perseroan-perseroan dagang, yang mungkin berakibat pada hilangnya uang tersebut atau menimbulkan kerugian. Sedangkan, bank memberikan bunga yang telah ditentukan dan terjamin. Uang tersebut juga berada di tempat yang aman. Keuntungannya juga telah ditentukan dan diketahui oleh kedua pihak, pihak bank dan pemilik uang.
Menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi, lembaga-lembaga fiqih islam di negara-negara Arab dan dunia islam telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. Mulai dari lembaga riset Islam Al-Azhar yang muktamarnya diadakan di Kairo pada tahun 1965, dipimpin oleh Imamul Akbar Syekh Hasan Makmun dan dihadiri oleh utusan dari 35 negara. Dalam keputusannya meenyatakan bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. Keputusan ini didukung oleh lembaga fiqih ikatan Negara-negara Islam di Mekah Mukarramah. Juga didukung oleh lembaga fiqih Islam yang berada di bawah OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang mewakili negara-negara Islam.
Konferensi-konferensi Islam tentang ilmu pengetahuan umum juga menguatkan hal tersebut. Misalnya, konferensi internasional pertama tentang Ekonomi Islam yang diadakan di Mekah pada tahun 1996, yang dihadiri sekitar 300 ilmuan dan spesialis ddalam bidang syariat dan ekonomi. Kemudian konferensi internasional tentang fiqih islam pertama yang diadakan di Riyadh. Juga konferensi-konferensi tenatng bank Islam yang diadakan di Dubai, Kuwait, Istambul, Kairo, Islamabad, dan sebagainya, semua menguatkan bahwa bunga bank adalah riba.
Ini merupakan konsensus para ulama dan ilmuan Islam pada zaman ini dan tidak dapat dibantah lagi. Secara umum, umat Islam menerima konsensus ini dan bank-bank Islam merupakan alternatif sebagai pengganti bank-bank konvensional.
Adapun keamanan dan jaminan mutlak yang ditawarkan oleh bank konvensional melalui bunga, adalah ide orang-orang Yahudi kapitalis yang bertentangan dengan logika dan realita. Karena di dalam hidup ini, tidak ada sesuatu yang terjamin secara mutlak seperti umur, kesehatan, masa depan, masa muda dan harta. Padahal di dunia, hal-hal inilah yang paling berharga.
Teori Islam mengatakan bahwa uang tidak melahirkan uang, tapi yang melahirkan uang hanyalah pekerjaan. Barangsiapa yang tidak bekerja dengan tangannya sendiri, maka dengan uangnya ia bergabung dengan orang-orang yang bekerja, dan bersama-sama mendapatkan keuntungan atau menenggung kerugian. Jika hanya satu pihak yang mendapatkan keuntungan, maka ini tidak adil dan bukan merupakan wujud dari kebersamaan dalam tanggung jawab. 
Sesungguhnya bank konvensional adalah rentenir (lintah darat) terbesar pada zaman sekarang. Siapa pun yang ingin memperoleh harta yang halal, maka harus menjauhi bank-bank konvensional ini dan melakukan transaksi dengan bank-bank Islam. Walaupun dalam praktiknya terkadang terjadi hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, tetapi yang menanggung dosanya adalah para pelakunya. Itu pun hanya terbatas, tidak sebesar bank-bank konvensional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

URGENSI, PRINSIP DASAR DAN RUANG LINGKUP FIQIH MUAMALAH

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqi...